This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 29 Februari 2012

Kepada Sang Merah Putih

Bendera Merah Putih bukan bendera Monako
Sebagai rakyat Indonesia, kita semua pasti mengetahui bendera merah putih. Hampir di seluruh tempat di nusantara, dari Ibukota hingga batas terluar Negara, kita akan menjumpai bendera ini. Namun, dalam dunia Internasional, bisakah kita membedakan mana bendera Indonesia dan mana bendera  Monako. Sekilas tak nampak perbedaan di antara keduanya. Namun ternyata, jika kita mau mengamati lebih jeli, keduanya akan nampak berbeda dalam hal rasio ukuran. Bendera Monako memiliki rasio lebih besar dibandingkan dengan bendera Merah Putih.
 Sebenarnya, siapa yang lebih dulu menggunakan bendera ini? secara resmi memang Monako lebih dulu karena mereka mulai menggunakan warna merah putih sebagai bendera negara sejak tahun 1881, sedangkan Indonesia dari tahun 1945, namun secara historis kerajaan Majapahit telah menggunakan bendera ini dari jauh sebelum itu.[1]
Menurut sejarahnya, warna merah-putih bendera negara diambil dari warna bendera Kerajaan Majapahit. Tapi sebenarnya tak hanya kerajaan Majapahit saja yang memakai bendera merah putih sebagai lambang kebesaran. Sebelum Majapahit menggunakan merah putih sebagai warna bendera kerajaan, kerajaan Kediri telah lebih dulu memakai panji-panji merah putih. Selain itu, bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun memakai warna merah putih sebagai warna benderanya. Dan masih banyak lagi kerajaan-kerajaan di Indonesia yang menggunakan merah putih sebagai warna bendera kerajaaan, panji-panji atau laskar. Lalu, memasuki zaman kolonialisme, warna merah putih ini kembali digunakan oleh para nasionalis bangsa sebagai ekspresi penolakan terhadap kolonialisme Belanda. Bendera merah putih digunakan untuk pertama kalinya di Jawa pada tahun 1928.oleh para kolonialis, bendera itu dilarang digunakan. Warna ini kemudian diadopsi sebagi bendera nasional pada tanggal 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan diumumkan dan telah resmi dikibarkan pada saat itu pula.
Merah putih juga ternyata tak hanya sekedar warna, namun megandung makna filosofis. Merah berarti berani, putih berarti suci. Merah melambangkan tubuh manusia yang, sedangkan putih melambangkan jiwa manusia. Keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan untuk Indonesia.[2]
 Selain itu, dari segi sejarah yang telah diceritakan dalam paragraph sebelumnya, sejak dahulu kala kedua warna merah dan putih mengandung makna yang suci. Oleh karena itu, kerajaan-kerajaan di Indonesia pada umumnya menggunakan kedua warna ini sebagai lambing atau bendera kerajaan.
Saking berharganya bendera Merah Putih ini, hingga ukuran, penggunaan, waktu dan tempat pengibarannya diatur dalam UUD 1945 pasal 35, UU No 24/2009 dan Peraturan Pemerintah No.40/1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia.
  •  Bendera Negara dibuat dari kain yang warnanya tidak luntur dan dengan ketentuan ukuran:
1.      200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan
2.      120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum
3.      100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan
4.      36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden dan Wakil Presiden
5.      30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat Negara
6.      20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum
7.      100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal
8.      100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api
9.      30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara
           10.  10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja
  • Pengibaran Bendera Negara dilakukan pada waktu antara matahari terbit hingga matahari terbenam.Namun, dalam keadaan tertentu, dapat dilakukan pada malam hari.
  • Bendera Negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh warga negara yang menguasai hak penggunaan rumah, gedung atau kantor, satuan pendidikan, transportasi umum, dan transportasi pribadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.[3]
Hingga saat ini, bendera merah putih masih tetap berkibar di langit Indonesia sebagai bendera lambing bangsa, sebagai bendera pujaan bangsa. Tapi awas hati-hati jugalah anda, jangan sampai salah hormat kepada bendera Negara lain yang serupa tapi tak sama dengan bendera Negara Indonesia.




[1] http://forum.scpgsm.net/tahukah-anda/9917-perbedaan-bendera-indonesia-dengan-bendera-monaco.html
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Bendera_Indonesia
[3] www.scribd.com/doc/19493470/UU-Nomor-24-Tahun-2009-Tentang-Bendera-Bahasa-Dan-Lambang-Negara-Serta-Lagu-Kebangsaan

GUS DUR Sang Bapak Tionghoa

Siapa yang tak kenal dengan Gus Dur? Sapaan akrab untuk Kiai Haji Abdurrahman Wahid berciri khas pakaian sederhana, peci dan sarung. Tentu kita semua mengenalnya. Ya, dibalik sosok beliau yang sederhana beliau adalah seorang tokoh Muslim dan cendekiawan Indonesia sekaligus pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia keempat dari tahun 1999 hingga 2001 menggantikan Presiden B. J. Habibie setelah dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999.
Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur pada tangggal 7 September 1940. Beliau meninggal pada tanggal 30 Desember 2009 di usia 69 tahun. Siapa sangka, nama asli Gus Dur sebenarnya bukanlah nama panjang yang seperti kebanyakan orang tahu yakni Abdurrahman Wahid. Gus Dur lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. "Addakhil" sendiri berarti "Sang Penakluk". Namun, nama "Addakhil" ini tidak cukup dikenal oleh kebanyakan orang karena itu kemudian diganti dengan  nama "Wahid", dan kemudian beliau lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. Mengapa sapaan beliau menjadi Gus Dur? Karena "Gus" sendiri adalah panggilan kehormatan khas pesantren di Jawa kepada seorang anak kiai, yang memiliki arti sama dengan abang atau mas (red:Jawa). [1]
Gus Dur adalah putra dari seorang tokoh Muslim Indonesia, K.H. Wahid Hasyim terlibat juga dalam gerakan Nasionalis dan kemudian menjadi Menteri Agama pada tahun 1949. Ibunya adalah Ny. Hj. Sholehah, beliau adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Meski berlatar belakang pesantren, oleh ayahnya, Gus Dur tak hanya diajarkan tentang ilmu agama, melainkan juga diajarkan membaca buku non-Muslim, majalah, dan koran untuk memperluas pengetahuannya. Selain itu, kemampuan tulis menulis yang beliau miliki, membawa beliau kepada pekerjaan pertamanya yakni menjadi seorang jurnalis di beberapa majalah seperti Horizon dan Majalah Budaya Jaya.[2]
Di bidang agama, Gus Dur dikenal sebagai sosok pemimpin Nahdlaul Ulama. Meneruskan latar belakang keluarganya dalam NU, oleh keluarga besarnya diminta untuk berperan aktif dalam menjalankan organisasi NU. Permintaan ini berlawanan dengan keinginan Gus Dur untuk menjadi seorang intelektual publik. Beliau dua kali menolak tawaran bergabung dengan Dewan Penasehat Agama NU. Namun, Gus Dur akhirnya menerima tawaran bergabung dengan Dewan tersebut setelah kakeknya, Bisri Syansuri, memberinya tawaran ketiga. Karena mengambil pekerjaan ini, Gus Dur kemudian memilih pindah dari Jombang ke Jakarta dan menetap di sana.
Makin lama, karir beliau semakin melonjak hingga beliau terpilih menjadi Presiden RI ke-4 yang pada saat itu menggantikan posisi Presiden B.J Habibie. Kepemimpinan Gus Dur pun mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak. Tak hanya dukungan dari golongan Muslim, Gus Dur juga mendapat dukungan dari masyarakat Tionghoa karena pada bulan Januari 2001, Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur nasional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Kebijakan Gus Dur ini didasari karena beliau menyatakan bahwa beliau juga merupakan keturunan Tionghoa. Gus Dur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah Tionghoa. Gus Dur mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak. Kemudian, Gus Dur dinobatkan sebagai "Bapak Tionghoa" oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, yang selama ini dikenal sebagai kawasan Pecinan pada tanggal 10 Maret 2004.[3]
Begitulah sosok seorang Gus Dur yang seringkali juga menciptakan berbagai kontroversi dari setiap kebijakan yang beliau ambil. Namun, perjalanan hidup tak selalu mulus. Masa kepemimpinan Gus Dur berakhir pada Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Tepat pada tanggal 23 Juli 2001, kepemimpinannya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri setelah mandatnya dicabut oleh MPR.




[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Wahid
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Wahid

Senin, 27 Februari 2012

PANCASILA Dari Sejarah Hingga Masalah

Siapa yang tidak mengenal Pancasila? Dari jenjang pendidikan dasar hingga perkuliahan, bangsa Indonesia telah dikenalkan dengan Pancasila. Bahkan, pendidikan Pancasila merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib ada dalam tiap jenjang pendidikan. Sebagian orang menganggap bahwa Pancasila begitu sakral, suatu yang begitu dihormati, wajib dihafal dan dipatuhi tentang apa yang telah diatur di dalamnya. Sebagian yang lain menganggap bahwa Pancasila hanyalah merupakan kenang-kenangan sejarah yang kemudian dijadikan sebagai dasar negara Indonesia, pihak ini tidak menentang, tapi hanya tak peduli. Namun, di lain pihak muncul orang-orang yang tidak sepihak atau menolak akan adanya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
Dalam pelajaran sejarah telah dijelaskan tentang Partai Komunis Indonesia yang menginginkan mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi Komunis. Begitu pula dengan kasus kudeta DI/TII yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan mendirikan sebuah negara Islam yang sesuai dengan syariat Islam. Atau kasus pemberontakan tentara GAM yang terjadi di Aceh. Semua pemberontakan tersebut terjadi karena penolakan pihak-pihak tertentu terhadap Pancasila yang dijadikan sebagai dasar negara.
Lalu, apakah sebenarnya Pancasila itu sendiri? Berdasarkan terjemahan bebas Wikipedia, Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila sendiri memiliki sejarang yang cukup panjang. Pancasial pertama kali dirumuskan pada sidang pertama BPUPKI yang dilaksanakan pada tanggal 29 Mei – 1 Juni. Sidang ini dilaksanakan untuk membicarakan tentang dasar ideologi bangsa Indonesia setelah merdeka.
Dalam upaya perumusan  Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat beberapa usulan pribadi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh dalam sidang BPUPKI yaitu :
  • ·         Lima Dasar, merupakan rumusan yang diusulkan oleh Muhammad Yamin yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Dalam pidatonya tersebut, Muhammad Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia.
  • ·         Panca Sila, merupakan rumusan yang diusulkan  oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato spontannya yang kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila". Soekarno mengemukakan dasar-dasar Pancasila sebagai berikut: Kebangsaan, Internasionalisme, Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan, Kesejahteraan dan Ketuhanan. Nama Pancasila diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni, dalam pidatonya tersebut, Soekarno berkata:

“Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.[1]

Demikianlah, lewat proses persidangan yang dilakukan BPUPKI selama tiga hari tersebut, akhirnya Pancasila yang sebelumnya dicetuskan oleh Soekarno tersebut berhasil dirumuskan dan dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, yang kemudian disahkan dan dinyatakan sebagai dasar negara dan ideologi Indonesia merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945.
Namun, sejauh ini telah terjadi berbagai protes atau pemberontakan dari beberapa kalangan tertentu menolak ditetapkannya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Penolakan yang sangat nampak adalah dari pihak agamis. Para pemuka Islam dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) telah menyatakan menerima gagasan Pancasila Soekarno sebagai dasar negara Indonesia merdeka karena adanya jaminan “pelaksanaan syari’at Islam bagi pemeluknya” yang tertuang dalam sila pertama.
Ketika mengemukakan dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan, Soekarno menyatakan bahwa inilah (Pancasila) tempat yang terbaik untuk memelihara agama. Ia mengajak pemuka-pemuka Islam agar turut aktif agar tercipta hukum negara yang sesuai dengan syari’at Islam. Dengan prasangka baik itulah, maka para pemuka Islam menerima gagasan Pacasila Soekarno. Di satu pihak, umat Islam Indonesia merasa puas dengan adanya sila pertama, namun di pihak lain, umat agama selain Islam merasa dirugikan dan tidak dihargai karena adanya kalimat “pelaksanaan syari’at Islam bagi pemeluknya” dalam sila pertama. Untuk itulah kemudian sila pertama diubah menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa”, hal ini membuat para pemeluk agama lain di luar islam merasa puas dan merasa dihargai.
Selain itu, kita juga mengetahui bahwa selain keberagaman agama di Indonesia juga terdapat berbagai macam suku bangsa, adat istiadat. Dengan kondisi yang begitu heterogen itulah dibutuhkan sebuah ideologi yang netral namun dapat mengayomi berbagai keragaman yang ada di Indonesia. Karena itu dipilihlah Pancasila sebagai dasar negara. ­­Dan­­­ seperti yang telah dibahas dalam paragrap sebelumnya, inti masalah pada saat ini adalah bunyi dan butir pada sila pertama. Sedangkan sejauh ini tidak ada pihak manapun yang secara terang-terangan menentang bunyi dan butir pada sila kedua hingga ke lima.
Keberagaman agama dan pemeluk agama di Indonesia menjadi sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Kenyataan ini menuntut adanya kesadaran dari setiap pemeluk agama untuk menjaga keharmonisan hubungan di antara mereka. Yang harus disadari adalah bahwa bangsa Indonesia hidup dalam sebuah masyarakat dengan keyakinan agama yang beragam. Dengan demikian, semestinya tak ada satu kelompok pemeluk agama yang mau menang sendiri.




[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila